Tidak Membubarkan Anak yang Sedang Bermain
Adakalanya seseorang di antara kita melewati sekumpulan anak-anak yang sedang asyik bermain, lalu mengatakan, “Apakah kalian tidak punya kesibukan lain?” atau “Apakah kalian tidak punya tempat bermain di rumah kalian?” dan sebagainya. Hal ini biasanya dikatakan ketika orang itu tidak suka dengan permainan yang sedang mereka lakukan. Akan tetapi, Rasulullah, tidak pernah bersikap demikian sama sekali. Lantas bagaimana sikap beliau ?
Anas berkata, “Pada suatu hari aku melayani Rasulullah. Setelah tugasku selesai, aku berkata dalam hati ‘Rasulullah pasti sedang istirahat sian.’ Akhirnya, aku keluar ke tempat anak-anak bermain. Aku menyaksikan mereka sedang bermain. Tidak lama kemudian, Rasulullah datang seraya mengucapkan salam kepada anak-anak yang sedang bermain. Beliau lalu memanggil dan menyuruhku untuk suatu keperluan. Aku pun segera pergi untuk menunaikannya, sedangkan beliau duduk di bawah naungan pohon hingga aku kembali. ”
Dalam riwayat lain, Anas berkata, “Saat aku sedang bermain dengan anak-anak, Rasulullah datang kepadaku. Beliau mengucapkan salam kepada kami. Setelah itu beliau memanggilku dan mengutusku untuk suatu keperluan. Ketika aku kembali, beliau bersabda, ‘Jangan engkau beri tahu siapa pun.’ Aku pun menahan berita itu dari ibuku. Ketika aku pulang, ibuku bertanya, ‘Anakku, apa keperluanmu?’ Aku menjawab, ‘Rasulullah mengutusku untuk suatu keperluan’ ”
Dari kisah tersebut, ada pelajaran yang bisa diambil, yakni seorang ibu hendaknya memperhatikan kondisi anaknya. Bila ia terlambat pulang dari waktu biasanya, ia mestinya menanyakan kemana perginya, apa yang diperbuat, dan siapa yang menemaninya.
Nabi Muhammad SAW memperhatikan kondisi anak dan menyambut baik kebutuhan psikologisnya tanpa mengekangnya. Apabila anak terlalu dikekang terkadang ia akan berontak. Untuk itu, beliau terlebih dahulu mengucapkan salam kepada anak-anak yang sedang bermain itu. Ini adalah sebuah wujud penghargaan beliau kepada anak dan pembiasaan agar mereka membudayakan salam. Di samping itu, perbuatan beliau merupakan wujud pendidikan tentang keutamaan dan akhlak mulia.
Setelah itu, beliau duduk di sebuah naungan di dekat mereka seraya menunggu Anas kembali. Setiap mereka melihat bahwa beliau memperhatikan permainan mereka dan merasa senang serta kagum dengan keceriaan dan gerakan mereka yang gesit, mereka pun makin bertambah senang dan gembira. Dengan demikian, tertanamlah dalam hati mereka kecintaan kepada Nabi Muhammad SAW dan inilah yang ingin beliau tanamkan dalam jiwa mereka.
Dikutip dari buku ISLAMIC PARENTING Pendidikan Anak Metode Nabi karya Syaikh Jamal Abdurrahman